MetroBarelangBatam.com, Batam – BI (Bank Indonesia) Batam tidak mengizinkan akses aplikasi trading dalam penambahan uang atau menggandakan uang seperti mata uang Asing menambahkan atau menggandakan uang untuk tujuan ke mata uang Indonesia dan BI mengawasi Money Changer untuk penghentian kegiatan transaksi yang melanggar penggunaan Rupiah.
BI tetap mengawasi keuangan dalam bentuk aplikasi trading dan Money Changer. Transaksi keuangan tidak boleh sembarangan penambahan atau penggandaan uang.
Menurut Humas BI (Bank Indonesia), Benyamin Situmorang mengatakan aplikasi yang menjanjikan “uang akan berlipat ganda” dari dolar ke rupiah bukanlah trading sungguhan, melainkan modus penipuan berkedok investasi atau trading. Dalam perdagangan valas (forex), tidak ada jaminan keuntungan, apalagi berlipat-lipat.
Trading yang sah itu:
• Punya risiko tinggi
• Tidak menjanjikan keuntungan tetap
• Harus diawasi oleh BAPPEBTI/OJK
Menggandakan uang seperti itu termasuk money laundering (pencucian uang), yang termasuk money laundering seperti :
– Uang yang digunakan berasal dari kejahatan (misalnya narkoba, korupsi, penipuan).
– Aplikasi digunakan untuk menyamarkan asal-usul uang haram.
“Namun jika hanya modus menggandakan uang tanpa aktivitas nyata, maka lebih tepat disebut sebagai penipuan investasi atau skema ponzi, bukan murni pencucian uang,” kata Benyamin Situmorang.
Aplikasi trading yang tujuannya menggandakan uang termasuk tindak pidana seperti :
– Tidak memiliki izin dari otoritas resmi (Bappebti/OJK)
– Menjanjikan penggandaan uang pasti
– Tidak jelas mekanisme kerjanya
– Menggunakan sistem seperti arisan berantai / ponzi
Dasar hukumnya :
– UU No. 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi
– UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
– UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
“Bahkan bisa dikenakan pasal berlapis: penipuan, investasi ilegal, dan pencucian uang,” ucap Benyamin.
Dia menambahkan, BI juga menegakkan Ketentuan Penggunaan Rupiah dan Valuta Asing
Berdasarkan :
– Pasal 21 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang :
Rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban, dan/atau transaksi keuangan lain di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Serta Pasal 33 dan 34 UU No. 7 Tahun 2011
Menyatakan bahwa pelanggaran terhadap kewajiban penggunaan Rupiah dapat dikenakan sanksi pidana dan denda administratif.
“BI juga bisa menindak mengeluarkan teguran, peringatan, atau penghentian kegiatan transaksi yang melanggar penggunaan Rupiah. Merekomendasikan penyelidikan pidana atas pelanggaran pasal-pasal tersebut kepada aparat hukum,” ungkap Benyamin.
Mengawasi dan Menindak Aktivitas Lalu Lintas Devisa Ilegal Berdasarkan :
– UU No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, Pasal 2 :
Setiap penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan devisa, kecuali ditentukan lain oleh Bank Indonesia.
– Namun Pasal 4 dan Pasal 5 memberikan kewenangan BI untuk mengatur dan mewajibkan pelaporan kegiatan lalu lintas devisa, termasuk konversi dan peredaran mata uang asing.
BI juga dalam Pengawasan dan penindakan terhadap Pelaku Valas yang Tidak Berizin Berdasarkan :
– PBI No. 18/4/PBI/2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB).
– PBI No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah.
Dikatakannya, tindakan BI menindak pelaku atau aplikasi yang tidak memiliki izin sebagai KUPVA atau penyelenggara sistem pembayaran. Menetapkan status ilegal dan mencabut akses sistem keuangan bagi pelaku.
“BI juga koordinasi penegakan Hukum melalui Satgas Waspada Investasi. Meskipun BI bukan penegak hukum, BI dapat menggunakan kewenangannya untuk melaporkan entitas ilegal ke Satgas Waspada Investasi, yang terdiri dari :
– BI, OJK, Kominfo, PPATK, Kejaksaan, dan Kepolisian.
– Merekomendasikan pemblokiran aplikasi, situs, dan akun bank yang digunakan oleh pelaku,” tutur Benyamin.
(Red)